Monday, November 1, 2010

Kasidah-kasidah Cinta

Novel ini mengisahkan tentang dua daerah yang dipisahkan oleh pegunungan Kendeng yang memiliki perbedaan kultur. Tempelsari  merupakan dukuh di sebelah utara pegunungan Kendeng yang agamis, penghidupannya diperoleh dari sawah, ladang serta ternak yang mereka miliki, para wanita terkenal paling cantik dibandingkan daerah lain terutama Sriwiji anak tetua Tempelsari (Ki Patmo) sedangkan  Randualas adalah dukuh di sebelah selatan pegunungan Kendeng dimana para perampok, penjahat, orang-orangnya suka maksiat tinggal, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka mengambil dari pegunungan Kendeng  dan memburu hewan-hewan liar di dalamnya dan para prianya terkenal paling tampan daripada daerah lain terutama  Nugroho anak tetua Randualas (Ki Singo). Kisah tragis dimulai saat bertemunya Sriwiji dan Nugroho secara tidak sengaja saat Nugroho mengejar kijang yang berlari sembunyi di kaki Sriwiji. Pertemuan itu membuat Nugroho jatuh hati  dan pada pertemuan berikutnya membuat Nugroho tertarik mempelajari Islam, dan akhirnya mereka membuat kesepakatan bertemu setiap hari diatas pegunungan Kendeng. Hal inilah yang menyulut fitnah diantara pemuda-pemudi Tempelsari yang pernah memergoki mereka berduaan. Dan terjadi pertengkaran antara pemuda Randualas dan Tempelsari dan sampai akhirnya terjadi pertempuran yang menyebabkan banyak korban. Akhirnya atas usul Parno, pemuda yang menaruh hati pada Sriwiji,menyuruh  Sriwiji pergi ke daerah tetangga bersama Nugroho untuk menemui Kyai Muchtar dan menikah disana. Diharapkan dengan kepergian mereka maka akan menghentikan pertempuran, tapi malah kebalikannya yang terjadi pertempuran semakin sengit sampai akhirnya Parnopun terbunuh, akhirnya para tetua dusun berniat untuk bertemu menyelesaikan masalah ini dengan baik-baik, tetapi mereka malah diculik oleh masing-masing dusun. Karena mendengar ayah mereka diculik maka Sriwiji yang dalam keadaan hamil dan Nugroho kembali ke dusun masing-masing untuk membebaskan ayah mertua mereka , tapi kedatangan mereka malah menimbulkan kemarahan para pemuda dusun dan akhirnya mereka berdua dipukul dan dihajar oleh pemuda dusun masing-masing sampai akhirnya Sriwiji lari ke atas pegunungan kendeng dan melahirkan disana, setelah melahirkan bayinya Sriwijipun menemui ajalnya .  Nugroho menyusul istrinya  ke atas pegunungan Kendeng dan iapun mati disamping istrinya. Dengan kematian Nugroho dan Sriwiji di puncak pegunungan Kendeng, maka perdamaianpun terjadi antara warga dukuh Tempelsari dan Randualas. Di masa yang akan datang kedua dukuh itu akan disatukan dengan nama Randusari, sebagaimana anak Sriwiji dan Nugroho yang diberi nama Lanang Randusari.
Buku ini memiliki gaya bahasa yang sangat puitis dalam menggambarkan keindahan alam ataupun rupa seseorang. Hikmah yang bisa kita ambil dalam cerita ini adalah walaupun kebaikan yang ingin kita sampaikan tapi jika jalan yang kita tempuh tidak sesuai syariat maka akan berakhir tak baik. Seperti halnya Sriwiji yang berniat mengajari Nugroho Islam tapi dilakukan secara berkholwat (berdua-duaan tanpa mukhrim) maka menimbulkan fitnah dan berakhir dengan kematian mereka berdua walaupun memang hidup dan mati semua ditangan Allah. Tetapi kita harus tetap berusaha selalu di jalanNya.

No comments:

Post a Comment