Setelah malam itu hubungan Farid dan Sifa berlanjut, setiap hari mereka saling telepon atau hanya sms. Sms motivasi dari Sifa yang ia pasang didinding kamar: Tiga perkara yang membawa keselamatan, yaitu taqwa kepada Allah disaat sendiri maupun ditengah keramaian, berkata benar disaat ridho maupun marah,sederhana disaat kaya maupun miskin. Tiga perkara yang membawa pada kebinasaan : hawa nasfu yang dituruti, kebatilan yang diikuti dan takjub pada diri sendiri.
Sifa seorang anak broken home akibat penceraian orang tuanya, banyak bertanya tentang Islam kepada Farid. Dan akhirnya Farid merasa bahwa Sifa adalah jodohnya, Jodoh ditangan Allah, seperti halnya rezeki dan mati. Karena berada di tangan Allah tugas kita adalah mengambil, meraih dan mengusahakannya. Orang harus mencari jodoh sama halnya mencari rezeki. Sehingga dengan keyakinan ia melamar Sifa lewat telepon walaupun Farid belum pernah melihat Sifa tetapi karena setelah sholat istikharah di menjadi sangat yakin. Dan Sifapun menerimanya setelah diyakinkan oleh Farid tentang apa pandangan dia terhadap seorang istri yaitu Istri adalah garwo, sigarane nyowo, soulmate. Istri itu tempat berbagi, Istri itu sepeti satu tubuh. Semuanya memiliki peran masing-masing yang bila salah satu sakit atau tidak dapat menjalankan perannya, maka seluruh tubuh juga merasakan sakit. Istri adalah pendamping hidup, partner dalam beribadah kepada Allah. Wanita terbuat dari tulang rusuk laki-laki yang letaknya dekat jantung, hati, lambung dan paru-paru. Jadi istrilah yang akan mendampingi suami dalam setiap detak jantungnya, dalam setiap hembusan nafasnya dan setiap gerak hatinya.
Sejak saat itu panggilan diantara merekapun telah berubah, Sifa memanggil abi sedang Farid memanggilnya honey. Dan pembicaraan mereka berdua sudah layaknya suami istri bahkan Farid kadang membuat gurauan porno. Tugas mereka selanjutnya adalah meyakinkan orang tua masing-masing untuk merestui mereka menikah muda. Tetapi kenyataannya ayah Sifa tak menyetujuinya sedang keluarga Farid dengan berat hati menyetujuinya. Pada saat liburan semester Sifa ke rumah ibunya di Malang dan kesempatan ini mereka gunakan untuk bertemu dan mengenal keluarga Sifa. Tapi pertemuan itu malah menjadi bencana bagi mereka berdua. Ujian itupun menimpa Farid karena kebenciannya pada sahabatnya yang berzina (Salah jika membenci orang yang melakukan maksiat. Tapi bencilah perbuatannya. Kitab Duratun Nasihin menerangkan bahwa seseorang yang membenci orang yang berbuat maksiat, bukan perbuatan maksiatnya, maka sebelum mati orang itu akan diuji oleh Allah dengan cobaan yang sama). Mereka berlaku layaknya suami istri bahkan mengarah ke zina besar, hal ini disebabkan keyakinan mereka akan menikah dan terlalu akrab bertelepon selama ini serta ibu Sifa yang memberi kesempatan mereka untuk berdua-duaan. Sejak kejadian itu Farid jadi membenci hal-hal yang berbau porno bahkan dia membenci Sifa karena dia merasa Sifalah yang membuka peluang itu dan memintanya menghamili dirinya, agar diijinkan menikah. Farid sengaja membuat Sifa marah dan menyalahkannya, akhirnya Sifapun minta putus. Tetapi hal itu membuat Farid sedih karena diapun menyadari bahwa dia juga bersalah. Dan dia berusaha menyambung kembali hubungannya dengan Sifa tetapi keputusan Sifa untuk berpisah sudah bulat bahkan dia mengganti no telponnya. Farid sangat menyesal dan dia teringat kata-kata pak Kholik “Kalau sudah ada calon langsung saja menikah, jangan mengkhawatirkan soal rezeki. Yang penting setelah menikah nanti ada salah satu yang saling menjaga. Maksudnya menjaga adalah bersabar, mau mengalah, mau mengerti. Memang sebaiknya dua-duanya menjaga. Itu namanya saling memberi dan menerima. Tapi kalau dua-duanya tidak bisa karena itu sangat sulit, maka harus ada salah satu yag menjaga, istri atau suami.” Dan dia merasa dia belum bisa menjaga Sifa.
Dalam novel ini banyak menggunakan kata-kata vulgar, mungkin bagi penulis untuk memperjelas maksud cerita. Banyak informasi yang saya peroleh dari membaca novel ini diantaranya tentang keinginan orang tua (mungkin sebagian besar orang tua) adalah mereka tidak pernah meminta balasan. Yang mereka minta dari anak-anaknya hanyalah menjadi anak yang shalih. Mereka akan senang bila memiliki anak-anak yang shalih, bahagia dan mapan. Bagi mereka, itu lebih berarti daripada uang segunung
Dan tentang nafsu laki-laki dan wanita yaitu perbandingan nafsu laki-laki dan wanita itu satu banding Sembilan. Nafsu wanita itu tidak tampak dari luar seperti laki-laki karena memiliki lima malu, sementara laki-laki satu malu. Kelima malu wanita kan hilang satu per satu hingga tinggal satu. Pertama saat wanita menikah, Kedua saat bersetubuh, Ketiga saat melahirkan, Keempat saat menyusui. Oleh karena itu wanita yang sudah menikah, bersetubuh, melahirkan dan menyusui akan kelihatan lebih berani seperti laki-laki dibandingkan anak gadis.